Landasan Tasawuf

Dasar – dasar Tasawuf

1.    Landasan Normatif
  • Alquran
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q. S. 2. Al-Baqoroh, A. 115).

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q. S. 2. Al-Baqarah, A. 186).

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Q. S. 50. Qof, A. 16).

فَوَجَدَا عَبْداً مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْماً

Artinya: “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Q. S. 18. Al-Kahfi, A. 65).

  • Hadits dan Riwayat rasulullah
Demikian juga halnya dengan Al-Hadits, diantara sekian banyak Hadits Rasul yang menjelaskan tentang nilai-nilai spiritual, yang sering kita dengan dan kita ucapkan adalah:

“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah saw. muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Iman itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada hari berbangkit. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw. menjawab: Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadan. Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu. Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah saw. menjawab: Orang yang ditanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang bertanya. Tetapi akan aku ceritakan tanda-tandanya; Apabila budak perempuan melahirkan anak tuannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila orang yang miskin papa menjadi pemimpin manusia, maka itu tarmasuk di antara tandanya. Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung. Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah. Kemudian Rasulullah saw. membaca firman Allah Taala: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Kemudian orang itu berlalu, maka Rasulullah saw. bersabda: Panggillah ia kembali! Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat seorang pun. Rasulullah saw. bersabda: Ia adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan manusia masalah agama mereka.” (Shahih Muslim No.10).

  • Riwayat Kehidupan Rasulullah
Kesederhanaanya dan ketidak inginannya terhadap dunia ini bukanlah semacam kesederhanaan dari kesederhanaan. Bahkan keduanya bukanlah semacam kewajiban agama. Sebab dalam Al-Qur’an di firmankan : manakah diantara rezeki baik yang telah kami berikan padamu. Dan dalam sebuah hasits : “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan bekerjalah untuk aktivitas mu seakan-akan kamu akan mati esok hari”. Maksud Nabi Muhammas SAW ialah beliau ingin memberi suri teladan untuk manusia tentang ketangguhan yang tidak mengenal lemah. Selain itu, agar membuat orang berkepribadian seperti itu tidak diperbudak kekayaan, kekuasaan, dan lainnya yang membuat hal-hal selain Allah menjadi berkuasa.

2.    Riwayat Kehidupan Para sahabat

Praktek para sahabat. Dimana ada beberapa sahabat yang mengikuti praktik tasawuf sebagaimana yang diamalkan oleh Rasulullah. Seperti Abu Bakar Ash-shiddiq, pernah berkata “ Aku mendapatkan kemuliaan dalam ketakwaan, dan mendapatkan keagungan dalam rendah diri”. Sementara Umar Ibn Khattab, suatu
ketika penah berkhutbah dihadapan umat Islam dengan pakaian yang begitu sederhana. Demikian juga dengan berbagai praktik tasawuf lainya yang juga dilakukan oleh Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Talib, Abu Zar Al-Ghiffari, Hasan Basri, dll.

ABU BAKAR SIDIQ
Abu Bakar adala seorang asketis (tafakur), sehingga diriwayatkan bahwa enam hari dalam seminggu ia selalu dalam keadaan lapar. Baju yang dimilikinya tidak lebih dati satu, Beliau pernah berkata : “Jika seorang hamba begitu terpesona oleh pesona dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkannya.
UAMR BIN KHATAB
“Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan kalbu umar.” Dia terkenal dengan kesederhanaanya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah dia menjabat sebagai khalifa, dia berpidato, dengan memakai baju bertumbal 12 sobekan.
USMAN BIN AFFAN
Diantara ucapan – ucapan Usman Bin Affan yang menggambarkan ajaran tasawuf adalah : “Aku dapat kebijakan terhimpun dalam 4 hal. Pertama, cinta kepada Allah. Kedua, sabar dalam melaksanakan hukum-hukum Allah,ketiga ridho dalam menerima takdir (ketentuan) Allah. Dan ke empat malu terhadap pandangan Allah.
ALI BIN ABI THALIB
Pekerjaanya dan cita-citanya yang besar menyebabkan dia tidak peduli pakaiaanya sobek, lantas dijahitnya. Pernah orang bertanya, “Mengapa sampai begini Amiru, Mu’minin ?” beliau menjawab : “untuk mengkhusukan hati dan menjadi teladan bagi orang yang beriman.”

Tasawuf sebagai Media Meraih Kecerdasan Intelektual

Pada era moderenisasi seperti saat ini, kita dituntut untuk menjadi seorang muslim yang mampu mengembangkan inteleknya sehingga seorang muslim tersebut bisa memiliki kemampuan dialogis dan fungsional terhadap perkembangan IPTEK.

Secara prinsip tiada seorang pun yang dapat menafikan adanya konsep tasawuf dalam tradisi Islam. Tasawuf terbukti sangat berkesan dalam mendidik jiwa manusia, memberikan ketenangan hati dan mengisi kekosongan jiwa. Sehingga setelah memahami kepentingan tasawuf, banyak sarjana Muslim mengatakan bahwa ia adalah salah satu aspek penting ajaran Islam. Seyyed Hossien Nasr mengatakan bahwa tasawuf  serupa dengan nafas yang memberikan hidup. Tasawuf telah memberikan  semangatnya pada seluruh struktur Islam, baik dalam perwujudan sosial maupun intelektual.” Oleh karenanya, apabila tasawuf sudah masuk kedalam diri kita maka akan dapat mendatangkan kecerdasan intelektual.

Tasawuf memberikan berbagai informasi yang kebanyakan mengenai ajaran-ajaran islam, yang mana ajaran tersebut bisa menjadikan media untuk kita dalam memperoleh kecerdasan intelektual. Ajaran–ajaran islam yang disampaikan di dalam tasawuf, yakni antara lain mengenai aqidah, Ibadah, dan juga Akhlak.

Tasawuf Aqidah yakni lingkup pembicaraan tasawuf yang menekankan masalah-masalah metafisis (hal-hal yang ghaib), yang unsur-unsurnya adalah keimanan terhadap Tuhan, adanya Malaikat, Surga, Neraka dan sebagainya. Karena setiap Sufi sangat menekankan kehidupan yang bahagia di akhirat, maka mereka memperbanyak ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan surga, dan tidak akan mendapatkan siksaan neraka.

Tasawuf Ibadah merupakan tasawuf yang menekankan pembicaraannya dalam masalah rahasia Ibadah, sehingga di dalamnya terdapat pembahasan mengenai rahasia thaharah, rahasia sholat, rahasia zakat, rahasia puasa, rahasia haji dan sebagainya.

Tasawuf akhlak yakni tasawuf yang menekankan pembahasannya pada budi pekerti yang akan mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga di dalamnya dibahas beberapa masalah akhlaq, antara lain: bertaubat, bersyukur, bersabar, bertawakal, dan bersikap ikhlas

Kedudukan Tasawuf dalam Islam

Tasawuf atau sufisme adalah bagian dari syari’ah Islamiyah, yakni wujud dari Ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam. Dua sebelumnya ialah Iman dan Islam. Oleh karena itu perilaku sufi harus tetap berada dalam kerangka syari’ah Islam.

 

Al-Qusyairi mengatakan: “Seandainya kamu melihat seseorang yang diberi kemampuan khusus (keramat), sehingga ia bisa terbang di angkasa, maka jangan terburu tergiur padanya, sehingga kamu melihat bagaimana dia menjalankan perintah, meninggalkan larangan menjaga hukum yang ada.”

 

Sebagaimana dikatakan bahwa tasawuf adalah identik dengan Ihsan. Dalam hadits Nabi SAW dalam Sahih Muslim, Hadits No. 09;[11] arti ihsan ialah:

أن تعبد الله كأنك تراه فإنك إن لا تراه فإنه يراك

“Beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, jika kalian tidak bisa melihat-Nya, maka harus diketahui bahwa Dia melihat kita”.

 

Pernyataan ini mengandung makna ibadah dengan penuh ikhlas dan khusyu’, penuh ketundukan dengan cara yang baik.[12] Namun dalam pandangan penulis Hadits di atas mengindikasikan ada dua maqam (tingkatan) dalam beribadah, yaitu: pertama, maqam musyahadah; mampu melihat Allah dengan mata hati atau ilmu pengetahuan yang dimiliki. Kedua, maqam muraqabah; mampu menghadirkan Allah dalam kesehariannya, sehingga memunculkan rasa diawasi Allah. Kedua maqam itu sama-sama akan memberikan dampak khusu’ dalam beribadah. Dan ilmu tasawuf berusaha mencapai kedua maqam itu dan maqam-maqam yang lain.

 

Ihsan meliputi semua tingkah laku muslim, baik tindakan lahir maupun tindakan batin, dalam ibadah maupun muamalah, sebab ihsan adalah jiwa atau roh dari iman dan islam. Iman sebagai pondasi yang ada pada jiwa seseorang dari hasil perpaduan antara ilmu dan keyakinan, penjelmaannya yang berupa tindakan badaniah (ibadah lahiriah) disebut Islam. Perpaduan antara iman dan islam pada diri seseorang akan menjelma dalam pribadi dalam bentuk akhlak al-karimah atau disebut ihsan. sebagaimana tersebut dalam surat Luqman/31: 22.

 

Oleh karena itu, maka kedudukan tasawuf dalam ajaran Islam adalah sebuah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam itu sendiri. Karena memang dasar rujukan dalam tasawuf adalah al-Qur’an, al-Sunnah dan al-Atsar (peninggalan) para ulama terpercaya.

 

Maka dalam keyakinan ini pula, Imam al-Syatibi dalam kitabnya al-I’tisham membela mati-matian tasawuf dan para sufi dari tuduhan orang-orang yang menuduhnya sebagai ilmu yang keluar dari syariat Islam dan membersihkan para sufi dari julukan sebagai ahli bid’ah, bahkan beliau sebaliknya menjuluki orang yang menolak tasawuf dan para sufi sebagai orang bodoh yang ahli bid’ah. Dan beliau menegaskan bahwa para sufi adalah orang selalu menimbang awal perbuatan dan perkataannya dengan itba’ sunnah Nabi dan menjauhi segala yang dilarang dan bertentangan dengan sunnah Nabi.

 

Dukungan dan pembelaan terhadap tasawuf dan sufi tidak hanya datang dari Imam Syatibi sendirian, namum hampir sebagian besar ulama tradisional dan modern pun turut memperkuat barisan ini, seperti dituliskan Syekh Yusuf al-Rifa’i dalam bukunya bahwa diantara ulama-ulama tradisional (salaf) yang mendukung tasawuf dan para sufi adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abdul Qahir al-Bagdadi, Imam Ghazali, Imam al-Razi, Imam Izzuddin Abd. Salam, Imam Nawawi, Imam Taj al-Din al-Subki, Imam Suyuthi dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan ulama kontemporer, Syekh Yusuf al-Rifa’i mencantumkan fatwa-fatwa mufti timur tengah, yaitu: Syekh Muhammad al-Sayid al-Thanthawi (Syekh al-Azhar yang mantan mufti Mesir), Syekh Ahmad Kaftar (Mufti Suriah), Syekh Muhammad bin Ahmad Hasan al-Khozrazi (mantan menteri wakaf dan urusan Islam Uni Emirat Arab), Syekh Nuh Salman (Mufti militer Yordania), Stekh Hasan Kholid (Mufti Lebanon) dan Syekh al-Sayid Muhammad Abd. Rahman bin Syekh Abu Bakar bin Salim (Mufti Juzur Qamar).

 

ujuan tasawuf adalah keinginan yang kuat untuk merasa dekat dengan Allah. dalam hadist nabi: Dan hambaku terus menerus bertaqarrub/ mendekat kepadaku dengan perbatan-perbuatan baik sehingga aku mencintainya. Siapa yang Aku cintai maka Aku akan menjadikan pendengara, penglihatan,dan tangan baginya.

mengenal Tasawuf

PENGERTIAN TASAWUF

a.    Pengertian Tasawuf Secara Etimologi

Secara etimologis, para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf, antara lain :

Shuffah ( serambi tempat duduk ), yakni serambi masjid nabawi di Madinah yang disediakan untuk orang-orang yang belum mempunyai tempat tinggal dan kalangan Muhajirin di masa Rasulullah SAW. Mereka biasa dipanggil ahli shuffah (pemilik serambi) karena di serambi masjid itulah mereka bernaung.
Shaf ( barisan ), karena kaum shufi mempunyai iman kuat, jiwa bersih, ikhlas, dan senantiasa memilih barisan yang paling depan dalam sholat berjamaah atau dalam perang suci.Shafa : bersih atau jernih.
Shufanah : Sebutan nama kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir.

Shuf (bulu domba), disebabkan karena kaum sufi biasa menggunakan pakaian dari bulu domba yang kasar, sebagai lambang akan kerendahan hati mereka, juga menghindari sikap sombong, serta meninggalkan usaha-usaha yang bersifat duniawi. Orang yang berpakaian bulu domba disebut “ mutashawwif ”, sedangakan perilakunya disebut “ tasawuf ”
Theosofi : Ilmu ketuhanan. Tetapi yang terakhir ini tidak disetujui oleh H.A.R.Gibb. Dia cenderung kata tasawuf berasal dari Shuf (bulu domba).b. Pengertian Tasawuf Secara Terminologi
Sedangkan menurut terminologis pun, tasawuf diartikan secara variatif oleh para ahli sufi, antara lain yaitu :

Imam Junaid dari Baghdad (m. 910), mendefinisikan tasawuf sebagai “mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah”.

Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m. 1258) syekh sufi besar dari Afrika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai “praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan” 3).Sahal al-Tustury (w 245) mendefinisikan tasawuf dengan “ orang yang hatinya jernih dari kotoran, penuh pemikiran, terputus hubungan dengan manusia, dan memandang antara emas dan kerikil” 4).

Syeikh Ahmad Zorruq (m. 1494) dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut :
“Ilmu yang denganya anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan anda tentang jalan islam, khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal anda dan menjaganya dalam batas-batas syariat islam agar kebijaksanaan menjadi nyata”.

Dengan demikian dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa tasawuf itu adalah suatu sistem latihan dengan kesungguhan (riyadlah-mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.

Dengan pengertian seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah bagian ajaran Islam, karena ia membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat. Oleh karena itu, siapapun boleh menyandang predikat mutasawwif sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh rizki tidak lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya yang pada pokoknya sifat-sifat mulia, dan terhindar dari sifat-sifat tercela.